wanita muda mengajak berjabat tangan

Cari Tahu, Siapa Saja yang Berperan Penting pada Polis Asuransi Syariah!

Sepanjang tahun 2021 lalu, industri asuransi syariah menunjukkan kinerja yang apik dengan catatan aset industri asuransi syariah mencapai Rp43,68 triliun melansir artikel Kompas pada Februari 2022. Catatan yang cukup menjanjikan tersebut masih perlu dikembangkan karena hingga saat ini, penetrasi asuransi syariah masih rendah. Padahal, potensi asuransi syariah terbilang besar mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 86.9% melansir dari data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di 2021, di mana berarti sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam.

Terlebih, polis asuransi syariah merupakan usaha tolong-menolong dan saling melindungi di antara para Pemegang Polis asuransi. Usaha tolong-menolong dan saling melindungi ini dilakukan melalui pembentukan kumpulan kontribusi Peserta yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu. Pihak pada polis asuransi syariah memiliki perbedaan dengan polis asuransi konvensional, siapa saja? Simak informasi selengkapnya berikut ini!

Pengertian Polis Asuransi Syariah

Seperti disebutkan sebelumnya, polis asuransi syariah merupakan sebuah usaha saling tolong-menolong dan melindungi di antara para Pemegang Polis yang dibentuk berdasarkan akad (perikatan) sesuai prinsip syariah. Implementasi asuransi syariah dilakukan dengan mengumpulkan dan mengelola dana tabarru' atas kontribusi yang telah dibayarkan oleh Peserta, di mana terdapat sistem pengembalian apabila menghadapi risiko tertentu lewat akad berdasarkan prinsip syariah.

Sederhananya, asuransi syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara para Peserta dengan penerapan operasional dan prinsip hukum yang sesuai syariat Islam. Asuransi syariah dapat diniatkan sebagai ikhtiar untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan risiko di kemudian hari tanpa bermaksud mendahului takdir. Di tanah air, jenis asuransi ini sudah masuk dalam kategori halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini tercetus dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah.

Menerapkan prinsip sharing of risk, risiko Peserta asuransi syariah dibebankan pada seluruh pihak yang berstatus sebagai Pemegang Polis. Hal ini berbeda dari asuransi konvensional yang menerapkan sistem transfer of risk (risiko Pemegang Polis dialihkan ke perusahaan asuransi). Jadi, peran asuransi syariah adalah melaksanakan pengelolaan dan operasional atas dana yang didapatkan dari Pemegang Polis. Pengelolaan ini berbasis prinsip tolong-menolong sesama Pemegang Polis, serta kerja sama antar Pemegang Polis dan perusahaan selaku Pengelola Asuransi.

4 Pihak pada Polis Asuransi Syariah

Pada polis asuransi syariah, terdapat sejumlah pihak penting yang terlibat. Berikut ini penjelasannya.

1.   Peserta

Peserta atau Pemegang Polis asuransi syariah adalah pihak yang melakukan akad dengan pengelola asuransi dan berwenang atas polis yang diterbitkan oleh pengelola. Akad pada asuransi syariah berbasis tolong-menolong antar sesama Pemegang Polis dengan perusahaan asuransi sebagai pengelola dana tabarru’, sedangkan kontrak pada asuransi konvensional berdasarkan prinsip pertukaran atau jual-beli antara perusahaan asuransi dan Peserta.

2.   Penerima manfaat

Penerima manfaat atau termaslahat dalam asuransi syariah adalah pihak yang ditunjuk untuk menerima manfaat dari polis yang diterbitkan. Untuk penerima manfaat, tidak ada perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Ahli waris yang memiliki hubungan darah atau terikat perkawinan dengan Pemegang Polis biasanya bisa menjadi penerima manfaat atau orang yang mendapatkan keuntungan dari polis asuransi.

3.   Peserta Yang Diasuransikan

Peserta Yang Diasuransikan dalam asuransi syariah adalah pihak yang, atas risiko dirinya, polis asuransi jiwa diterbitkan. Dalam asuransi syariah, Peserta atau Pemegang Polis berhak memperoleh keuntungan dari surplus underwriting, yakni selisih antara pendapatan dan pengeluaran dana tabarru’ selama satu periode. Meski begitu, surplus underwriting ini sifatnya tidak dijamin karena sifatnya tidak pasti terjadi.

Sebagai pembeda, dalam asuransi konvensional tidak ada sistem surplus underwriting, sehingga seluruh keuntungan menjadi milik perusahaan asuransi. Sedangkan, jika terdapat surplus underwriting pada asuransi syariah, maka akan dibagikan sesuai pernyataan dalam polis.

Sementara itu, pada asuransi konvensional, Peserta Yang Diasuransikan disebut sebagai "Tertanggung" karena sebagai pihak yang akan ditanggung apabila terjadi risiko di masa depan selama sesuai dengan Polis yang dipilih. Selain itu, perusahaan disebut "Penanggung” selaku yang akan menanggung Uang Pertanggungan atas risiko yang menimpa Tertanggung.

4.   Pengelola

Pengelola adalah pihak yang melakukan akad dengan Peserta (Pemegang Polis) dan mendapatkan kuasa untuk mengelola kegiatan asuransi jiwa syariah. Pengelolaan asuransi syariah mendapatkan pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk DSN MUI, serta Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Produk asuransi syariah yang dikelola oleh pengelola telah mendapatkan persetujuan dari OJK dan kesesuaian dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah.

Sementara itu, pengelolaan asuransi konvensional diawasi dan diatur oleh OJK maupun asosiasi masing-masing jenis asuransi, seperti Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).

Demikian informasi mengenai para pihak yang terlibat dalam polis asuransi syariah. Dengan mengetahui informasi ini, diharapkan Anda bisa lebih jelas saat mempelajari polis asuransi syariah. Selain itu, pastikan produk yang Anda pilih dikelola oleh perusahaan asuransi terpercaya seperti Prudential Syariah. Untuk mengetahui informasi lengkap mengenai produk asuransi syariah dari Prudential Syariah, kunjungi  websiteInstagram, dan Facebook dari Prudential Syariah!