wanita sedang menahan sakit haid

Sering Menstruasi Tidak Teratur? Mungkin PCOS Sebabnya

Di era modern ini, kesadaran tentang kesehatan reproduksi wanita semakin meningkat, terutama di kalangan perempuan muda. Fenomena ini didukung oleh berbagai diskusi di komunitas dan platform media sosial, sejalan dengan laporan terkini yang mengindikasikan perhatian Generasi Z yang lebih besar terhadap kesehatan secara menyeluruh, termasuk kekhawatiran spesifik pada wanita [Sumber: GoodStats, Deretan Masalah Kesehatan yang Paling Dikhawatirkan Gen Z, April 2025 Topik seperti PCOS atau Polycystic Ovary Syndrome kian banyak dibahas di komunitas dan media sosial karena banyaknya perempuan yang mengalami gangguan siklus menstruasi tanpa mengetahui penyebabnya. Padahal, mengenali ciri-ciri PCOS sejak dini sangat penting untuk deteksi dan penanganan awal, demi menjaga kesuburan dan kualitas hidup.

Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu PCOS, penyebab PCOS yang kerap terjadi pada usia produktif, gejala PCOS yang umum, gambaran angka kasus PCOS di Indonesia, dampak PCOS pada kesuburan, serta penanganan PCOS secara tepat demi hidup yang lebih berkualitas.

Apa Itu PCOS dan Mengapa Sering Terjadi di Usia Produktif?

PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) adalah gangguan hormonal kompleks yang umum terjadi dan memengaruhi ovarium (indung telur) pada wanita. Penting untuk diketahui, meskipun nama PCOS mengandung arti 'banyak kista', namun istilah "polikistik" di sini merujuk pada banyaknya folikel kecil (kantong cairan berisi sel telur yang belum matang) di ovarium, bukan kista patologis. Faktanya, tidak semua wanita dengan PCOS akan memiliki gambaran ovarium polikistik yang terdeteksi pada pemeriksaan USG. Diagnosis PCOS didasarkan pada kriteria yang lebih luas, yaitu jika seseorang memenuhi dua dari tiga kriteria utama: gangguan ovulasi, kelebihan hormon androgen, atau gambaran ovarium polikistik pada USG [Sumber: World Health Organization (WHO), NHS UK, WebMD].

Kriteria Rotterdam adalah standar yang banyak digunakan untuk mendiagnosis PCOS. Kriteria ini dikembangkan untuk mengatasi keragaman gejala dan tanda-tanda PCOS. Untuk menegakkan diagnosis, seorang wanita harus memenuhi minimal dua dari tiga kriteria berikut:

  1. Gangguan Menstruasi: Siklus menstruasi tidak teratur (misalnya, siklus lebih dari 35 hari, kurang dari 8 kali menstruasi dalam setahun, atau tidak menstruasi lebih dari 4 bulan). Hal ini disebabkan oleh ovulasi (pelepasan sel telur) yang tidak berlangsung secara teratur, atau bahkan sama sekali tidak terjadi.

  2. Kadar Androgen Tinggi: Androgen adalah hormon pria yang sebenarnya juga ada pada wanita, tetapi pada penderita PCOS kadarnya berlebihan. Ini dapat menyebabkan gejala fisik seperti pertumbuhan rambut berlebihan (hirsutisme), jerawat parah, atau rambut menipis.

  3. Ovarium Polikistik: Kondisi di mana terdapat banyak folikel kecil (sering disebut "kista kecil") di ovarium yang dapat terlihat saat pemeriksaan USG. Folikel ini adalah kantung kecil yang berisi sel telur yang belum matang dan gagal dilepaskan saat ovulasi.

Diagnosis PCOS umumnya terjadi pada usia produktif wanita, sering kali bermanifestasi saat remaja atau di awal usia 20-an. Fenomena ini berkaitan erat dengan pengaruh hormon dalam siklus menstruasi dan ovulasi. Meskipun penyebab pasti PCOS belum sepenuhnya dipahami, diyakini ada kombinasi faktor genetik, resistensi insulin (tubuh tidak menggunakan insulin secara efektif, menyebabkan kadar insulin tinggi yang memicu produksi androgen berlebih), dan proses peradangan pada tubuh.

Gejala Umum PCOS: Mulai dari Jerawat hingga Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur

Mengenali gejala PCOS sangat penting karena tanda-tandanya dapat bervariasi antar individu dan seringkali disalahpahami sebagai masalah biasa. Berikut adalah beberapa gejala umum yang perlu diwaspadai:

  • Gangguan Menstruasi: Ini adalah gejala yang paling umum dan seringkali menjadi keluhan utama. Ciri khas PCOS meliputi siklus menstruasi yang tidak teratur, sangat jarang (oligomenorea), atau bahkan belum mengalami menstruasi pada wanita berusia lebih dari 15 tahun/berhentinya siklus menstruasi untuk wanita yang sebelumnya pernah mengalami menstruasi (amenore). Sebuah penelitian mengindikasikan bahwa sekitar 70-80% wanita penderita PCOS mengalami masalah siklus menstruasi [Sumber: National Center for Biotechnology Information (NCBI), 2023].

  • Jerawat Parah: Munculnya jerawat yang parah dan menetap persisten, terutama di area wajah, dada, atau punggung, yang sulit diobati dengan obat jerawat yang dijual bebas. Ini disebabkan oleh kelebihan hormon androgen.

  • Hirsutisme: Pertumbuhan rambut berlebihan pada area tubuh yang biasanya tidak berambut banyak pada wanita, seperti wajah (misalnya di atas bibir atau dagu), dada, punggung, atau perut. Kondisi ini juga disebabkan oleh androgen berlebih.

  • Penambahan Berat Badan dan Sulit Menurunkan: Banyak penderita PCOS mengalami kenaikan berat badan, terutama di area perut, dan mengalami kesulitan dalam menurunkannya. Hal ini sangat berkaitan dengan masalah resistensi insulin.

  • Kulit Berminyak dan Hiperpigmentasi (Acanthosis Nigricans): Kulit menjadi lebih berminyak. Kulit yang menghitam dan menebal (acanthosis nigricans) bisa muncul di area lipatan tubuh seperti leher, ketiak, atau selangkangan.

  • Rambut Menipis atau Kebotakan: Meskipun androgen tinggi menyebabkan pertumbuhan rambut di tubuh, pada kulit kepala justru dapat menyebabkan rambut menipis atau mengalami  kebotakan seperti pada pria.

  • Masalah Kesuburan atau Sulit Hamil: Akibat ovulasi yang tidak teratur atau tidak terjadi, PCOS menjadi penyebab umum infertilitas anovulasi, yaitu kondisi ketidaksuburan pada wanita yang disebabkan karena indung telur tidak menghasilkan atau melepaskan sel telur.

Anda tidak perlu merasakan semua gejala yang disebutkan untuk didiagnosis PCOS. Apabila Anda mengalami beberapa di antaranya dan merasa khawatir, segera konsultasikan dengan dokter.

Gambaran Kasus PCOS di Indonesia dan Dampaknya

PCOS adalah kondisi global yang juga memiliki prevalensi tinggi di Indonesia. Secara global, sindrom PCOS diperkirakan memengaruhi 5-10% wanita usia subur (rentang usia 15-49 tahun) [Sumber: World Health Organization (WHO), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2025]. Ini berarti, secara kasar, sekitar 1 dari 10 wanita di rentang usia tersebut menderita PCOS.

Jika kita melihat data populasi wanita pada rentang usia 15-49 tahun di Indonesia yang mencapai sekitar 74,56 juta orang, maka estimasi jumlah wanita penderita PCOS di Indonesia berkisar antara 3,73 juta hingga 7,46 juta orang. Angka ini menunjukkan bahwa PCOS adalah masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius di tingkat nasional. [Sumber: Proyeksi Badan Pusat Statistik/BPS tahun 2025].

Dampak PCOS tidak sekadar terbatas pada gejala fisik atau estetika; kondisi ini juga memiliki implikasi serius bagi kesehatan jangka panjang, terutama terkait kesuburan:

  • Dampak pada Kesuburan: PCOS adalah penyebab paling umum dari infertilitas anovulasi (ketidakmampuan untuk berovulasi). Diperkirakan 70-80% kasus infertilitas wanita yang disebabkan oleh gangguan ovulasi berasal dari PCOS [Sumber: National Center for Biotechnology Information (NCBI), 2023]. Selain itu, penderita PCOS memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan seperti diabetes gestasional dan preeklampsia.

  • Dampak Kesehatan Jangka Panjang Lainnya:

    • Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2: Sekitar 50% wanita dengan PCOS akan berkembang menjadi diabetes tipe 2 atau prediabetes sebelum usia 40 tahun, terkait resistensi insulin. [Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), May 2024].

    • Risiko Penyakit Jantung: Peningkatan risiko tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan penyakit jantung koroner.

    • Risiko Sleep Apnea: Gangguan tidur yang disebabkan karena mengalami henti napas sesaat pada saat tidur, lebih umum pada wanita PCOS yang mengalami obesitas.

    • Risiko Depresi dan Kecemasan: Gangguan hormon dan dampak gejala fisik pada citra diri dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental.

    • Risiko Kanker Endometrium: Akibat siklus menstruasi yang tidak teratur, lapisan rahim mengalami penebalan dan meningkatkan risiko kanker endometrium.

Mengingat gejalanya yang kompleks, diagnosis PCOS seringkali tertunda atau bahkan keliru.

Penanganan PCOS: Gaya Hidup, Obat, dan Dukungan Medis

Meskipun PCOS merupakan kondisi kronis yang belum ada obatnya, gejalanya dapat dikelola secara efektif. Penanganan yang paling optimal harus dengan pendekatan secara holistik dengan mengombinasikan modifikasi gaya hidup, terapi obat, dan dukungan medis berkelanjutan.

  1. Modifikasi Gaya Hidup

    • Diet Sehat dan Seimbang: Fokus pada diet rendah indeks glikemik. Utamakan konsumsi makanan tinggi serat, seperti sayur-mayur, buah-buahan, dan biji-bijian utuh. Batasi konsumsi gula, karbohidrat olahan (roti putih, nasi putih), dan makanan berlemak tinggi. Diet yang tepat sangat penting untuk mengatasi resistensi insulin yang sering terjadi pada PCOS.

    • Olahraga Teratur: Lakukan aktivitas fisik minimal 30 menit, 3-5 kali seminggu. Pilihlah olahraga yang Anda nikmati, seperti jalan cepat, berenang, yoga, atau pilates. Olahraga membantu menurunkan berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin, dan memperbaiki keseimbangan hormon. Anda bisa menemukan panduan tentang cara memulai gaya hidup sehat di situs kami.

    • Manajemen Berat Badan: Bahkan penurunan berat badan sebesar 5-10% dari berat awal dapat secara signifikan memperbaiki gejala PCOS, termasuk siklus menstruasi, kadar androgen, dan sensitivitas insulin.

  2. Terapi Obat (Harus Dengan Resep Dokter):

    • Pil Kontrasepsi Oral (Pil KB): Sering diresepkan untuk mengatur siklus menstruasi, mengurangi kadar androgen, dan mengatasi jerawat atau pertumbuhan rambut berlebihan.

    • Metformin: Obat ini biasanya digunakan untuk penderita diabetes, namun juga efektif untuk mengatasi resistensi insulin pada wanita PCOS. Metformin mampu membantu menstabilkan siklus menstruasi dan berpotensi meningkatkan peluang ovulasi.

    • Obat Kesuburan: Jika tujuan utamanya adalah hamil, dokter mungkin akan meresepkan obat untuk merangsang ovulasi, seperti Clomiphene atau Letrozole.

    • Obat untuk Gejala Tertentu: Obat lain mungkin diresepkan untuk mengatasi jerawat parah atau pertumbuhan rambut berlebihan (anti-androgen).

  3. Dukungan Medis dan Psikologis:

    • Konsultasi Rutin dengan Dokter: Penting untuk secara teratur berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan (obgyn) atau endokrinologi. Para dokter ini dapat membantu memantau kondisi Anda, menyesuaikan terapi, serta memberikan rekomendasi yang akurat.

    • Dukungan Psikologis: Mengingat dampak PCOS pada citra diri, kesuburan, dan perubahan mood, dukungan psikologis menjadi penting. Konselor atau terapis dapat sangat membantu dalam mengelola depresi atau kecemasan.

    • Bergabung dengan Komunitas: Berinteraksi dengan wanita lain yang memiliki PCOS dapat memberikan dukungan emosional, berbagi pengalaman, dan mendapatkan informasi berharga.

Baca Juga : Kesehatan mental dari perspektif Islami.

Mengelola PCOS memerlukan kesabaran dan komitmen jangka panjang. Namun, dengan penanganan yang tepat dan dukungan yang kuat, perempuan muda penderita PCOS mampu mengendalikan gejala, menjaga kesuburan, dan mencapai kualitas hidup optimal.

Kesimpulan

PCOS adalah kondisi yang kompleks dan bisa berdampak jangka panjang terhadap kesehatan perempuan, baik secara fisik maupun mental. Gejalanya sering kali muncul sejak usia muda dan dapat memengaruhi kualitas hidup serta kesuburan jika tidak ditangani dengan tepat. Karena itu, penting untuk mengenali tanda-tandanya sejak dini, berkonsultasi dengan tenaga medis, dan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat.

Mengelola PCOS bukan hanya soal mengobati gejala, tapi juga tentang menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran secara menyeluruh. Di sinilah pentingnya memiliki perlindungan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan perempuan, termasuk dari sisi spiritual dan finansial.

Sumber Data tambahan:

GoodStats, Deretan Masalah Kesehatan yang Paling Dikhawatirkan Gen Z, April 2025

https://goodstats.id/article/deretan-masalah-kesehatan-yang-paling-dikhawatirkan-gen-z-7GNNJ

World Health Organization (WHO) - Polycystic Ovary Syndrome (PCOS):

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/polycystic-ovary-syndrome

NHS UK - Polycystic Ovary Syndrome (PCOS):

https://www.nhs.uk/conditions/polycystic-ovary-syndrome-pcos/

WebMD - What Is PCOS?:

https://www.webmd.com/women/what-is-pcos

National Center for Biotechnology Information (NCBI), 2023

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10683967/